Jumat, 13 Maret 2009

Royana Bukan Ketua DPC PKS

INDRAMAYU, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kab. Indramayu, mengakui kekeliruannya terkait penjelasan sebelumnya ke sejumlah media, termasuk “MD”, yang menyebutkan bahwa Royana (Ketua DPC PKS Kec. Cantigi) baru di-SK-kan empat hari yang lalu adalah keliru.
Bagian Humas DPD PKS setempat, Ibrahim Sholeh, S. Sos,, Kamis (5/3), mengatakan, setelah dilakukan cek dan ricek lebih jauh dipastikan bahwa Ketua DPC PKS Kec. Cantigi yang diangkat adalah atas nama Jaedin, bukan Royana yang diindikasikan sebagai salah satu pelaku pemerkosaan terhadap gadis ABG yang masih duduk di bangku SMP.
Ditegaskan Ibrahim, soal Royana sebagai Ketua DPC PKS karena ditugaskan ketua DPC untuk menghadiri rapat bersama muspika beserta PPK, panwas, dan perwakilan partai di Kec. Cantigi. Lalu, Royana juga aktif membantu pemasangan bendera dan atribut PKS.
“Selanjutnya Royana diwacanakan akan diangkat menjadi ketua DPC, karena latar belakangnya sebagai mahasiswa. Hal ini yang menjadi informasi awal yang sampai kepada kami,” tutur Ibrahim.
Ketua DPD PKS Indramayu, Ruswa, S.Ag, menjelaskan, indikasi pengurus PKS Indramayu yang terlibat kasus perkosaan bukanlah pengurus DPC PKS Kec. Cantigi sebagaimana diberitakan di beberapa media sebelumnya.
“Tersangka hanyalah simpatisan yang baru bergabung satu bulan yang lalu. Jadi tidak benar yang berinisial RY adalah pengurus apalagi ketua DPC PKS. Hanya saja dia pernah mewakili Ketua DPC menghadiri rapat di kecamatan. Ketua DPC PKS Kec. Cantigi yang sesungguhnya bernama Jaedin bin Syafi’i,” jelas Ruswa dalam klarifikasinya.

Merasa prihatin

Sementara itu, sejumlah alumni Universitas Wiralodra (Unwir) Indramayu terutama dari Fakultas Hukum (FH), merasa prihatin atas dugaan kasus perkosaan terhadap gadis yang masih duduk di bangku SMP yang dilakukan oknum pelaku mahasiswa Unwir Indramayu dari Fakultas Hukum, Royana.
Pasalnya, dengan kejadian itu, tidak hanya telah mencoreng nama almamater universitas milik Pemkab Indramayu, namun telah merusak sendi-sendi aturan pendidikan dan moral yang diterapkan kampus. “Ini membuat kami prihatin. Harus ada evaluasi menyeluruh terhadap aktivitas dan kegiatan di Unwir. Bila perlu evaluasi terhadap semua pihak yang selama ini teledor dan membiarkan kampus menjadi kurang terkontrol. Terutama terhadap kebebasan bergaul, serta disinyalir kampus menjadi sentra pendidikan politik yang kebablasan,” tutur salah seorang alumni Unwir dari Fakultas Hukum, Wawang Irawan, S.H., M.H.(C-29)

Tidak ada komentar: